Buku ini berkisah tentang seorang Dja’far yang kemudian lebih mudah dipanggil Dja’wa (sebuah komunikasi sosial yang diterima oleh siempunya nama dan masyarakatnya, …sangat indah), seorang guru yang ulet dengan seluruh rangkaian kisah kehidupannya di tengah tengah keterbatasan yang hampir tanpa batas. Buku ini juga memberikan lukisan dan narasi daerah-daerah terpencil yang dengannya kita bisa paham lebih jauh tanpa harus ke lokasi (atau justru membuat anda penasaran untuk berkunjung, silakan). Di sisi ini tentu penulis telah berhasil memberikan gambaran pada kita tentang bentang alam, bentang sosial dan bentang budaya di suatu pelosok di mana sosok pak guru Dja’wa menjadi bagiannya.
Konten ini dibuat oleh Tim Swasaba Research Initiative (SRI). Berisi film dokumenter, yang menguak kisah seorang guru di Wakatobi. Kisah lengkapnya terangkum dalam buku berjudul “Pak Guru Dja’wa Kisah Pengabdian Seorang Guru di Wakatobi”.
Tabe, Yang saya ingat beliau guru yang tidak pernah marah. Apa lagi memukul. Dan karakter ini sedikit menonjol dari guru yang lain. Kelas kami memang kelas cerewet. Kami sering Sering mendapat gempuran kemarahan dan pukulan guru. Bahkan, ketika kami masih kekas 1 SMP, kami pernah merasakan serbuan anak anak kelas 3 ( kakak 2 Kelas). Kemudian kami ditampar satu persatu oleh kakak2 kelas 3 tersebut. Ya semua itu karena ulah kami, sehingga kami mendapat pukulan ( tempeleng) dari kakak kelas 3 itu.
Sampai suasana kampong Usuku gaduh dan viral berita dari mulut ke mulut. Tetapi tidak demikian dengn pak Ja’wa. Saya ingat, dalam suasana kami sedikit kacau, atau urakan, beliau hanya merah mukanya. Memang dalam kelas kami ada anak tokoh masyarakat yang tersegani, yang merupakan induk semang atau tempat tinggal beliau. Tetapi saya kira segannya marah beliau pada kami, bukan karena factor itu. Memang beliau guru yang low profil dan sangat dekat dengan siswa siswanya Terutama siswa yang semangat untuk memiliki ilmu.
Dorongan dan motivasi beliau sangat baik. Kalau hasil ulangan kita mendapat nilai 9, misalnya, setelah ditulis 9, di dekat angka itu ditulis ada kata bagus sekali … pertahankan ! Waduh, senangnya hati kami itu. Dan ketika beliau bertemu dengan ayah di masjid, beliau bisikan mengenai capaian itu. Dan tentu kita akan terus berjuang untuk tiap ulangan mendapat yang terbaik, karena ini dorongan dan pengawalan juga dari orang tua di rumah. Suatu Hari, beliau pak Ja’wa mengajar Ilmu Alam. Sekarang ilmu ini dikenal dengan fisika. Kalau kemudian saya sangat tertarik dengan fisika ketika SMA, itu karena introduce beliau tentang ilmu ini.
Beliau selalu memiliki trik trik atau contoh yang manarik. Misalnya ketika beliau dalam mengajar ada muncul kata asosiasi. Apa itu arti asosiasi, katanya. Kami bingung. Kalau ada android, tentu kita tinggal buka Google. Kamus juga kita tidak punya. Ya baik kamus milik pribadi maupun inventaris sekolah.
Beliau kemudian memberikan contoh asosiasi itu begini.... Suatu hari, kamu mencium bau harum aroma ikan kering ( terutama ikan KUU) yang sementara di bakar. Baau yang Sedap dr kenta Kuu, Te Anti Nu unde_undeee Kenta rengka I Tunu. Lalu kamu bilang begini : Hadhoo … na rengka itunu iso, ara I Manga Kene Soami I Kikiiri. Waduh, kalau ikan nering yang dibakar itu dimakan dengan SOAMI, enaknya. Itulah arti sederhana kata ASOSIASI itu.
Cukup kita mendapat contoh yang relevan dengan fakta fakta yang kita pernah alami dan memudahkan masuk sebuah pengertian Semoga beliau dimudahkan perjalanannya. Amin
Dja’wa AL, perawakannya agak tinggi dibanding Pak Azis Jusuf, selalu tampil riang. Rupanya masih lajang, jomblo. Bersama Pak Azis, inilah orang yang saya ketemu ketika memancing ikan di Maranggo. Dia mengajar kami Kewarganegaraan dan Ilmu Alam yang selalu diselingi senyum khasnya. Tidak ada yang diajarkan yang tidak masuk akal kami karena saking jelasnya menerangkan. Yang paling membekas ketika menerangkan beda antara sistem pemerintahan sentralisasi dan sistem desentra-lisasi. Kami bingung jadinya. Sadar bahwa kami masih bingung, beliau menambahkan: yang dimaksud dengan sistem sentralisasi itu misalnya, kalau pemerintah pusat mengatakan agar seluruh rumah di Indonesia dicat merah, maka dicat merahlah semua rumah di Indonesia. Tetapi kalau desentralisasi tidak harus semua. Tadinya kami malah tambah bingung tetapi dengan selingan ‘cat merah’ itu kami mengerti jadinya.
Kenangan lain ialah ketika menjelang acara perpisahan. Beliau menunjuk saya menjadi dirijen dalam paduan suara itu. Lagunya bagus, liriknya sengaja dirobah disesuaikan dengan kondisi seakan di Pulau Tomia. Kaget juga awalnya, kok ada nama Pulau Tomia di lagu itu. Kemungkinan diambil dengan merobah nama tempat dilirik itu dengan Pulau Tomia. Liriknya: Pulau Tomia pulau yang amat kucinta tanah kami Tempat kami diam siang serta malam penuh bahagia Pulau Tomia
Empat puluh dua tahun kemudian, ketika Olimpiade London di tahun 2012 baru saya tahu bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan Inggris Raya, Great Britain yang berjudul God Save the Queen (Tuhan, Selamatkan Ratu kami). Tentu sekarang sudah berubah menjadi God Save the King sebab Ratu Elizabeth II telah meninggal dan digantikan Raja Charles. God save our gracious Queen, Long live our noble queen, God save the Queen; Send her victorious, Happy and glorious, Long to reign over us, God save the Queen!
Mungkin juga beliau tidak tahu bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan Inggris, Wallahu a’lam. Tahun 1992, ketika saya mendapat tugas dari DPD Golkar Kab. Buton untuk menjadi Ketua Jurkam Partai Golkar, di Kec. Binongko, beliau tidak sungkan-sungkan menawarkan diri kepada Pak Camat Binongko (Muh. Umar S., BA) agar menjadi pembonceng saya selama kampanye. Dengan Yamaha RX King-nya, kami kampanye tiap 2 hari di setiap desa. Malam ramah tamah, tak lupa saya perkenalkan ke seluruh masyarakat Kec. Binongko bahwa Pak guru Dja’wa adalah guru saya selama di SMP Neg. Usuku. Mohon diterima sebagai anggota masyarakat Binongko karena beliau adalah orang baik.
Ketika buku ini diedit, beliau sedang diuji Allah. Beliau barusaja dioperasi di Yogyakarta bulan Agustus 2022 dan sementara dalam pemulihan. Semoga Allah SWT segera mengangkat penyakitnya dan kembali beraktivitas serta beribadah seperti biasa, Aamiin. Itulah sebagian isi dari buku autobiografi saya: Dari a Tomia ke Filipina, Sebentang Garis Waktu, yang sementara dalam penyelesaian.
Hari itu, Jum’at, 2 Juni (13 Wage) 2023/3 Zulqaidah 1444, di hari baik dan bulan baik. Saya kaget seakan tak percaya setelah membuka WAG. Bapak guru H. Dja’wa meninggal. Selamat jalan Bapak Guruku, semoga Allah menerima amal baikmu, dilapangkan kubunya dan ditempatkan bersama para shaalihiin dan shiddiqiin.